
Memelihara Jenggot Sunnah Nabi
Memelihara jenggot selain membuat lelaki tampak lebih macho, juga merupakan sunah Nabi. Lalu, bagaimana dengan memelihara kumis?
Dilansir dari NU Online, jenggot memang identik dengan lelaki Islam. Hal ini merupakan sunah Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar.
Artinya: “Potonglah kumismu dan biarkan jenggotmu panjang,” (HR Muslim).
Hadis selanjutnya yang menjelaskan perihal di atas adalah hadis berikut yakni:
Artinya: “Berbedalah dengan orang musyrik, potong kumismu dan biarkan jenggotmu panjang,” (HR Muslim).
Hadis pertama mengindikasikan kewajiban memotong kumis dan memanjangkan jenggot. Sementara hadis kedua juga menyiratkan hal yang sama, namun di sana terdapat ‘illat atau alasan mengapa memanjangkan jenggot termasuk kesunahan.
Menurut Kiai Ali Mustafa, hadis tidak dapat dipahami sepotong-sepotong dan antara hadis dapat saling menafsirkan antara satu sama lainnya. Terlebih lagi, terkadang dalam satu tema yang sama, ada hadis yang diriwayatkan secara utuh dan ada yang tidak utuh. Karenanya, hadis yang redaksinya utuh seharusnya menjadi acuan untuk memahami hadis yang tidak utuh.
Dengan demikian, hadis kedua menjadi pedoman untuk memahami hadis pertama, karena redaksinya lebih lengkap. Implikasinya, aturan memanjangkan jenggot dan memotong kumis sangat terkait dengan anjuran mukhalafah lil musyrikin (berbeda dengan orang musyrik).
Dalam pandangan Kiai Ali, yang menjadi perhatian utama dalam hadis ini adalah imbauan untuk berbeda dengan orang kafir, bukan aturan memanjangkan jenggotnya. Akan tetapi perlu digarisbawahi, perintah Nabi SAW agar berbeda dengan orang kafir ini sangat terkait dengan konteks perperangan. Supaya bisa membedakan mana pasukan musuh dan umat Islam pada waktu perang, perlu diberikan simbol dan tanda pada masing-masing pasukan. Di antara tandanya adalah jenggot.
Karena itu, makna hadis ini tidak relevan dengan sendirinya pada masa sekarang. Dalam konteks dunia modern, jenggot tidak lagi menjadi simbol pembeda antara pasukan Muslim dan musuh. Selain itu, sebagian negara yang dihuni umat Islam, mereka dapat hidup berdampingan dengan orang non-Muslim. Sehingga tidak dibutuhkan lagi simbol pembeda antara orang Islam dengan non-Muslim.
Kiai Ali mengatakan: Artinya: “Maka dari itu, kami berpendapat bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan rambut, baik jenggot, kumis, dan rambut bagian dari budaya dan adat, bukan agama dan ibadah. Menurut Kiai Ali, jenggot bukanlah bagian dari agama atau kesunahan, tetapi bagian dari budaya. Berjenggot atau tidak bukanlah standar keislaman. Silakan berjenggot, tapi jangan menganggap orang yang tidak berjenggot sebagai orang yang tidak mengikuti sunah Nabi.”